SUMEKAR|MEDAN – Apakah kampus-kampus kita benar-benar ramah terhadap penyandang disabilitas, ataukah inklusivitas hanya sebatas jargon yang indah di atas kertas? Pertanyaan kritis ini menjadi inti dari diskusi ilmiah bertema “Inklusi atau Ilusi? Realita Disabilitas dan Inklusivitas di Kampus” yang digelar pada Selasa, 6 Mei 2025 dikampus II UINSU Medan.
Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber kompeten dari berbagai latar belakang akademik dan organisasi untuk Melengkapi diskusi, salah satu Dosen PTKI yang membidani Sekolah Inklusi yaitu Dr. Intan Kumalasari, M.Pd.I., Dosen STAI Serdang Lubuk Pakam, mengulas tantangan dalam implementasi dunia akademik dan kurikulum inklusif serta peran dosen dalam menciptakan ruang belajar yang setara dan adil apakah sudah berjalan dengan merata.
Dr. Zunidar, M.Pd., Wakil Presiden organisasi inklusi Kopi Pahit, membuka diskusi dengan pemaparan tajam mengenai kesenjangan antara kebijakan inklusi dan praktik nyata di lingkungan pendidikan tinggi.
Sementara itu, Prof. Dr. Nurussakinah Daulay, M.Psi., Psikolog, Guru Besar Ilmu Psikologi UIN Sumatera Utara, menyoroti aspek psikologis dan sosial yang dialami mahasiswa penyandang disabilitas.
Beliau menekankan pentingnya empati institusional dan transformasi budaya kampus agar inklusi tidak berhenti pada fasilitas fisik semata.
Diskusi berlangsung hangat dan kritis, dengan audiens yang terdiri dari mahasiswa, dosen, serta aktivis pendidikan.
Beberapa peserta turut berbagi pengalaman nyata tentang minimnya aksesibilitas di kampus, mulai dari infrastruktur yang tidak ramah difabel hingga kurangnya dukungan akademik.
Melalui kegiatan ini, para narasumber sepakat bahwa inklusi sejati menuntut komitmen lebih dari sekadar kebijakan. Dibutuhkan aksi nyata, pendanaan, pelatihan SDM, dan evaluasi berkelanjutan agar kampus benar-benar menjadi ruang belajar yang inklusif bagi semua. (PR)